AnggotaBadan Legislasi (Baleg) DPR RI Wenny Haryanto mengungkapkan belum solidnya standarisasi pendidikan kedokteran antara fakultas kedokteran dengan penyelenggaraan Ujian Kompetensi Mahasiswa
Berikutini penulis beri contoh daftar riwayat hidup tulis tangan lulusan smk. Sebisa mungkin yang rapi, atau minimal jangan berantakan. Ide Contoh Daftar Riwayat Hidup Tulis Tangan Dikertas Isi daftar riwayat hidup tersebut secara berurutan, mulai dari nama, tanggal lahir, dan alamat. Riwayat hidup tulis tangan. Salah satu bagian yang ada pada skripsi adalah daftar
Pada16 September 2019, Komisi 10 mengadakan RDPU dengan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI PTN) tentang Penyampaian RUU Pendidikan Kedokteran yang diajukan oleh IDI untuk menggantikan UU No.20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran.
KedokteranFakultas Kedokteran Gigi dengan Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran, penelitian, dan penjaminan mutu yang diselenggarakan secara komprehensif. Dalam praktiknya, berbagai Peraturan Perundang-undangan
hoFm230. Kebijakan pendidikan kedokteran saat ini membuat banyak dokter kesulitan mengembangkan dunia sosial hingga politiknya di luar profesi. Untuk itu, adanya kehendak untuk mengevaluasi biaya pendidikan kedokteran yang begitu mahal. Setelah disetujui menjadi usul inisiatif DPR pada September 2021 lalu, Rancangan Undang-Undang RUU Pendidikan Kedokteran belum terlihat kemajuan signifikan. Sebab, pemerintah hingga kini belum juga menyodorkan Daftar Inventarisasi Masalah DIM. Padahal, Badan Legislasi Baleg DPR sebagai alat kelengkapan dewan dalam posisi menunggu untuk segera membahas RUU tidak habis pikir jika pihak Kemendikbudristek dalam rapat kerja terakhir Dirjen Riset Dikti Prof Nizam menyatakan pembahasan revisi UU Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran belum perlu dilanjutkan. Kalau memang tidak perlu mengapa ada Surat Presiden Surpres yang diterbitkan?†ujar Wakil Ketua Baleg Willy Aditya di Jakarta, Selasa 22/2/2022.Seperti diketahui, Revisi UU Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional Prolegnas Prioritas menilai pandangan pemerintah itu menjadikan agenda pembahasan RUU Pendidikan Kedokteran simpang siur. Padahal, pemerintah telah menerbitkan Surpres yang berarti yang menandakan sudah saatnya UU 20/2013 direvisi. Menurutnya, keberadaan RUU Pendidikan Kedokteran diperlukan untuk menyelesaikan semua persoalan pendidikan kedokteran yang menjadi hambatan bagi calon dokter dan menyesuaikan dengan perkembangan saat ini.  Misalnya, di era digital, dokter bakal menjadi fasilitator. Selain itu, persoalan distribusi masih jadi permasalahan yang belum tuntas karena keberadaan dokter masih terbatas dan menumpuk di pulau Jawa dan menumpuk di mekanisme Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter UKMPPD yang membuat calon dokter sulit masuk. Adanya kehendak untuk mengevaluasi biaya pendidikan kedokteran yang begitu seolah harus dibayar dengan biaya yang begitu besar. Bagaimana dunia kedokteran kita akan menjadi humanis jika demikian?â€
Ilustrasi dokter. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa Jakarta, IDN Times - Badan Legislasi Baleg DPR RI menyetujui pengambilan keputusan atas hasil penyusunan Rancangan Undang-Undang RUU tentang Pendidikan Kedokteran menjadi usul inisiatif DPR, dan untuk diteruskan dalam pembahasan lebih lanjut."Apakah RUU Pendidikan Kedokteran ini bisa diteruskan dalam pembahasan lebih lanjut?" tanya Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas, yang dijawab setuju oleh seluruh anggota Baleg, di Kompleks Parlemen, Jakarta, seperti dilansir ANTARA, Rabu 29/9/2021. Baca Juga TNI dan Nakes Korban KKB Kiwirok Bantah Dokter Restu Pegang Senjata 1. Sembilan fraksi DPR menyatakan setuju pembahasan RUU Pendidikan KedokteranIlustrasi petugas medis ANTARA FOTO/Ari Bowo SuciptoSupratman menjelaskan, sembilan fraksi telah menyatakan pendapatnya, dan pada prinsipnya setuju melanjutkan pembahasan RUU Pendidikan Kedokteran dengan memberikan catatan masing-masing."Cita-cita kita sama yaitu ingin lahir RUU Pendidikan Kedokteran, di samping aspek kuantitas, namun juga kualitas dan peningkatan kompetensinya, diharapkan RUU ini bisa menjawab itu," RUU Pendidikan Kedokteran mengatur lebih rinci pembentukan fakultas kedokteran hingga spesialis dokter gigiIlustrasi tenaga kesehatan ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya Dalam rapat tersebut, Ketua Panitia Kerja Panja RUU Pendidikan Kedokteran Willy Aditya menjelaskan inti utama RUU Pendidikan Kedokteran, yakni mengembalikan semangat humanisme dalam pendidikan dia, dalam RUU Pendidikan Kedokteran diatur lebih rinci terkait pembentukan fakultas kedokteran, fakultas kedokteran gigi, dan program studi dokter spesialis, serta spesialis dokter gigi."Ini diatur lebih rinci, terutama terkait penilaian dilakukan oleh menteri dan tim. Jadi ini terkait bagaimana Presiden memiliki perhatian membangun sumber daya manusia SDM dan distribusi dokter, dan kualitas dokter benar-benar tergambarkan," tutur Afirmasi biaya pendidikan kedokteranIlustrasi dokter anak. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha Willy mengatakan, RUU Pendidikan Kedokteran juga memberikan afirmasi terkait biaya pendidikan kedokteran yang selama ini mahal dan sulit diakses mengatakan afirmasi tersebut dapat dilakukan dengan pendidikan dinas karena jika seorang ditempatkan di daerah Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal 3T maka tidak mau sehingga dibutuhkan afirmasi."Hal itu menjadi perhatian kami dan pembentukan perguruan tinggi kedinasan tidak tertutup kemungkinan untuk dibuat. Ini cita-cita kami, ada proses berikutnya dengan pemerintah," kata dia, RUU Pendidikan Kedokteran juga mengatur terkait penyetaraan atau adaptasi pendidikan dokter umum dan spesialis, karena banyak dokter asal Indonesia lulusan luar negeri tidak bisa berpraktik di dalam Butuh banyak dokter saat Pandemik COVID-19Rieke Diah Pitaloka IDN Times / Irfan Fathurohman Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Rieke Diah Pitaloka mengatakan draf Revisi Undang-undang RUU Pendidikan Kedokteran rampung pada pertengahan Mei 2020. RUU ini sebagai perbaikan atas UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan tersebut saat ini menjadi fokus bersama DPR dan pemerintah dalam rangka penanggulangan wabah virus corona atau COVID-19 di mengungkapkan, wabah ini membuktikan sistem pendidikan kedokteran sangat penting dan bagian dari implementasi amanat konstitusi, bahwa rakyat memiliki hak atas kesehatan.“Ini baru tahap draf di DPR, minggu depan musyawarah draf selesai. RUU Pendidikan Kedokteran ini inisiatif Baleg, jadi kami sendiri yang siapkan drafnya,” kata Rieke saat live Instagram bersama IDN Times, Jumat, 1 Mei itu, lanjut Rieke, fakta di lapangan memperlihatkan banyak mahasiswa kedokteran terhambat uji kompetensi yang terlampau sulit. Kebanyakan dari mereka hanya mampu lulus pada tahap praktik, sementara pada ujian teori mereka gagal.“Kita dorong dengan mengeluarkan diskresi hukumnya melalui RUU Pendidikan Kedokteran yang terhambat atau gagal di ujian teori,” yang berperan sebagai sosok Oneng' di serial televisi Bajaj Bajuri itu meminta kepada masyarakat agar mendukung RUU Pendidikan Kedokteran tersebut meskipun belum disahkan, mengingat kedaruratan kesehatan negara akibat wabah COVID-19.“Negara sedang membutuhkan tenaga kesehatan khususnya dokter. Kita minta mereka cepet diluluskan agar tiga ribu hingga lima ribu mahasiswa tersebut diluluskan menjadi dokter dan ditugaskan di fasilitas layanan kesehatan tingkat dasar agar mereka mengabdi,” tutur Rieke. Baca Juga Imbas Kasus Dokter Kevin, IDI Terbitkan 13 Fatwa Etik Dokter di Medsos
› Opini›Pendidikan Dokter Spesialis... Di era globalisasi, khususnya era Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA sekarang, reformasi sistem pendidikan kedokteran, khususnya pendidikan dokter spesialis, sebaiknya segera dilakukan jika kita ingin sejajar negara lain. DIDIE SW Didie SWKekurangan jumlah dokter spesialis di Indonesia pada masa pandemi Covid-19 ataupun dalam masa normal akhir-akhir ini menarik perhatian banyak pihak. Keadaan ini semakin terasa setelah banyak dokter, termasuk dokter spesialis, gugur dalam menjalankan menunjukkan ada 303 dokter yang telah gugur karena terpapar Covid-19, termasuk dokter spesialis, beberapa di antaranya guru besar. Sehubungan dengan hal itu, evaluasi dan upaya perbaikan sistem pendidikan dan pembiayaan menjadi sangat penting untuk mengatasi kekurangan dokter spesialis di Tanah Air. Saat ini di Indonesia terdapat sekitar dokter spesialis dan sekitar dokter umum. Dengan penduduk 270 juta jiwa, jumlah dokter spesialis yang ada dirasakan masih sangat kurang karena kebutuhan jumlah dokter spesialis tiap-tiap pencabangan ilmu dokter spesialis anak SpA, misalnya, dibutuhkan sebanyak orang untuk melayani sekitar 90 juta anak yang berumur kurang dari 18 tahun, sedangkan saat ini baru ada sekitar dokter SpA menurut Ketua Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Aryono muncul wacana untuk mengimpor dokter dari luar negeri untuk dokter spesialis atau subspesialis yang memang dokter spesialis obstetri ginekologi SpOG, menurut Wachyu Hadisaputra, Ketua Kolegium Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia POGI saat ini diperlukan dokter SpOG untuk melayani 120 juta wanita usia subur usia 18-37 tahun, sedangkan yang ada baru sebanyak dokter spesialis penyakit paru dan respirasi SpP, saat ini baru ada orang, sedangkan kebutuhan secara nasional menurut Faisal Yunus, Ketua Kolegium Spesialis Paru dan Kedokteran Respirasi, sekitar dokter SpP. Demikian pula jumlah dokter spesialis lain, seperti spesialis penyakit dalam SpPD, spesialis penyakit jantung dan pembuluh darah SpJP, spesialis bedah SpB, spesialis anestesiologi SpAn, dan beberapa spesialis lain, masih muncul wacana untuk mengimpor dokter dari luar negeri untuk dokter spesialis atau subspesialis yang memang langka. Namun, apakah dengan cara mengimpor dokter tersebut akan dapat mengatasi masalah kekurangan dan maladistribusi dokter spesialis di Tanah Air? Jawabannya belum ini disebabkan tidak meratanya penyebaran tenaga dokter spesialis dengan jumlah yang masih kurang diakibatkan oleh berbagai faktor, termasuk sistem pendidikan dokter spesialis yang berbiaya tinggi yang harus ditanggung sendiri oleh resident, serta penyediaan fasilitas/peralatan rumah sakit yang belum memadai di beberapa OKA PRASETYADI Para dokter resident, yang juga mahasiswa Universitas Sam Ratulangi Unsrat, mendengarkan sambutan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto di auditorium Fakultas Kedokteran Unsrat, Manado, Sulawesi Utara, Selasa 25/8/2020. Terawan mengumumkan pemberian insentif Rp 12,5 juta per bulan selama enam bulan bagi para dokter resident yang turut melayani pasien pendidikan dokter spesialisPendidikan spesialis berbasis universitas saat ini mengacu dan mengikuti regulasi yang ada, seperti Peraturan Menteri Riset dan Teknologi/Pendidikan Tinggi No 18 Tahun 2018 tentang Standar Nasional Pendidikan Kedokteran SNPK, Undang-Undang UU No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, dan UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan ada yang salah dengan regulasi tersebut, tetapi perlu evaluasi mendasar karena sangat membatasi jumlah penerimaan peserta program sehubungan dengan adanya ketentuan tentang rasio tenaga pengajar/dosen terhadap mahasiswa dan berbagai ketentuan lain. Selain itu, kapasitas untuk wahana pendidikan yang semuanya dilaksanakan di rumah sakit pendidikan juga jumlahnya pendidikan spesialis yang dikenal sebagai ”peserta pendidikan dokter spesialis” PPDS harus terdaftar sebagai ”mahasiswa” yang wajib membayar SPP Rp 15 juta-Rp 20 juta per semester, bahkan ada yang lebih. Nomenklatur umum untuk PPDS adalah ”resident”. Selama pendidikan 8-9 semester, mereka pasti akan menghabiskan dana ratusan juta rupiah, di samping biaya hidup dan keperluan jelas terjadi seleksi awal terhadap financial support calon peserta yang akan menjadi pertimbangan utama bagi dokter yang akan melanjutkan pendidikan spesialisasi dengan sistem sekarang calon resident yang sebenarnya mampu dari segi keilmuan dan kompetensi, tetapi harus rela mundur dulu karena keadaan finansial belum mendukung, atau karena melebihi kuota melihat hal-hal tersebut, ada benarnya kalau ada yang mengatakan terdapat ”anomali” dalam sistem pendidikan dokter spesialis di Indonesia jika dibandingkan dengan negara maju, seperti Australia, Amerika Serikat, dan Jerman, bahkan dengan negara-negara Asia lainnya, seperti India, Thailand, Malaysia, dan negara-negara tersebut resident tidak harus membayar biaya negara-negara tersebut resident tidak harus membayar biaya pendidikan. Sebaliknya, mereka dibayar alias mendapat gaji yang cukup karena kenyataannya memang para resident belajar sambil bekerja di rumah sakit. Para resident mempunyai surat tanda registrasi STR dan surat izin praktik SIP.Di sisi lain, tidak jarang hak dan kewajiban para resident, seperti kelebihan waktu kerja dan insentif, seakan dua opsi yang mungkin dapat pendidikan dokter spesialis sepenuhnya diserahkan kepada rumah sakit pendidikan dengan fasilitas dan kualifikasi pengajar yang harus memenuhi persyaratan. Mulai dari penerimaan resident hingga pengelolaan administratif seluruhnya diserahkan kepada rumah sakit hospital based.Dengan sistem ini dimungkinkan untuk dapat menerima resident lebih banyak. Namun, hal ini memerlukan dana yang banyak dan kolaborasi dengan dukungan kuat organisasi profesi/ pendidikan spesialis tetap berafiliasi dengan universitas, tetapi harus dilakukan penambahan banyak rumah sakit pendidikan sebagai rumah sakit jejaring sehingga memungkinkan penerimaan resident jauh lebih anggaran dari rumah sakit dan kementerian terkait mutlak harus diatur untuk memberikan insentif/honor kepada resident dan membebaskan biaya Muhammad Asroruddin, dokter spesialis mata di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura Untan, Pontianak baju batik, membimbing koasistensi sarjana kedokteran FK Untan, Senin 2/5/2016, di Pontianak. Koasistensi merupakan program pendidikan profesi yang harus ditempuh calon dokter setelah menyelesaikan program ini pernah dikemukakan David Perdanakusuma, Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia Ikatan Dokter Indonesia MKKI IDI, kepada penulis, dan disebutnya sebagai hybrid system. Opsi ini sangat mungkin dilaksanakan, sekaligus mereformasi sistem pendidikan dokter spesialis saat ini. Tentu saja diperlukan penyusunan regulasi yang era globalisasi, khususnya di era Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA sekarang, reformasi sistem pendidikan kedokteran, khususnya pendidikan dokter spesialis, sebaiknya segera dilakukan jika kita ingin duduk sejajar dengan negara lain di ada perubahan yang signifikan, dokter spesialis asing dapat masuk ke Indonesia dengan alasan yang sangat masuk akal dokter spesialis yang ada jumlahnya masih kurang dan belum dapat melayani seluruh rakyat di negeri ini. Semoga tidak terjadi.Sukman Tulus Putra, Guru Besar Departemen IKA Fakultas Kedokteran UI, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia 2005-2008, dan Council Member of ASEAN Pediatric Federation
Telah didiskusikan di DPR selama0 hariPengantar RUU / UURUU Pendidikan Tentang RUU / UU13 Jun 2022 - Masukan/Pandangan terhadap Pembahasan Racangan Undang-Undang RUU tentang Pendidikan Kedokteran Dikdok — Rapat Dengar Pendapat Umum RDPU Badan legislasi Baleg DPR RI dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia PB IDIPada 13 Juni 2022, Badan Legislasi Baleg DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum RDPU dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia PB IDI mengenai Masukan/Pandangan terhadap Pembahasan Racangan Undang-Undang RUU tentang Pendidikan Kedokteran Dikdok. RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Nurdin dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan F-PDIP dapil Jawa Barat 10 pada pukul 10. Baca Selengkapnya14 Feb 2022 - Penjelasan DPR-RI dan Pandangan Pemerintah terhadap RUU tentang Pendidikan Kedokteran - Raker Baleg dengan Mendikbudristek dan Dirjen DiktiPada 14 Februari 2022, Badan Legislasi Baleg DPR-RI melaksanakan Rapat Kerja dengan Mendikbudristek dan Dirjen Dikti tentang penjelasan DPR-RI dan pandangan Pemerintah terhadap RUU tentang Pendidikan Kedokteran. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Supratman dari Fraksi Gerindra dapil Sulawesi Tengah pada pukul WIB. Ilustrasi Baca Selengkapnya6 Feb 2020 - Pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran - Audiensi Baleg DPR-RI dengan Pengusul Revisi UU Pendidikan KedokteranPada 6 Februari 2020, Badan Legislasi Baleg DPR-RI menerima audiensi dari Pengusul revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan dibuka dan dipimpin oleh Rieke Diah dari Fraksi PDI Perjuangan Dapil Jawa Barat 7 pada pukul WIB. Audiensi bersifat terbuka untuk umum. Baca Selengkapnya16 Sep 2019 - Penyampaian Saran terhadap RUU Pendidikan Kedokteran – RDPU Komisi 10 dengan AIPKI PTNPada 16 September 2019, Komisi 10 mengadakan RDPU dengan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia AIPKI PTN tentang Penyampaian RUU Pendidikan Kedokteran yang diajukan oleh IDI untuk menggantikan UU Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Sutan Adil Hendra dari Fraksi Gerindra Dapil Jambi pada pukul 1128 WIB. Rapat dinyatakan terbuka untuk umum. Baca Selengkapnya2 Oct 2018 - Pelantikan PAW, Hasil IHPS, RUU Pekerja Sosial, RUU Pendidikan Kedokteran, RUU BUMN sebagai RUU Usul Inisiatif DPR, dan RUU Kerja Sama Pertahanan RI-Belanda dan RI-Arab Saudi — Rapat Paripurna DPR-RIPada 2 Oktober 2018, DPR-RI mengadakan Rapat Paripurna mengenai Pelantikan PAW, Hasil IHPS, RUU Pekerja Sosial, RUU Pendidikan Kedokteran, RUU BUMN sebagai RUU Usul Inisiatif DPR, dan RUU Kerja Sama Pertahanan RI-Belanda dan RI-Arab Saudi. Rapat ini dibuka dan dipimpin oleh Fahri Hamzah dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera PKS daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur pada pukul 1100 WIB dan dinyat Baca Selengkapnya26 Jun 2018 - Penyempurnaan Draf Rencana Undang-Undang Pendidikan Kedokteran – RDP Badan Legislasi dengan Tenaga AhliPada 26 Juni 2018, Baleg mengadakan rapat dengan tenaga ahli mengenai Penyempurnaan Draf Rancangan Undang-Undang RUU Pendidikan Kedokteran RUU Dikdok. Rapat dipimpin oleh Supratman Andi Agtas dari Fraksi Gerindra dapil Sulawesi Tengah pukul 1157 WIB. Supratman menyampaikan menurut laporan sekretariat rapat, presensi telah ditandatangani oleh 6 orang anggota dari 7 fraksi. Pemaparan Mitra Beriku Baca Selengkapnya2 Apr 2018 - Perubahan Atas Undang-Undang Pendidikan Kedoteran — Baleg DPR RI Audiensi dengan PB IDIPada 2 April 2018, Badan Legislasi Baleg DPR-RI mengadakan audiensi dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia IDI tentang Perubahan Atas Undang-Undang Pendidikan Kedoteran. Audiensi ini dibuka dan dipimpin oleh Supratman dari Fraksi Gerakan Indonesia Raya Gerindra dapil Sulawesi Tengah pada pukul 1035 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum. Ilustrasi Baca Selengkapnya27 Sep 2016 - Masukan dan Pandangan terkait Revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran — Badan Legislasi Baleg DPR-RI Audiensi dengan Perhimpunan Dokter Umum IndonesiaPada 27 September 2016, Badan Legislasi Baleg DPR-RI mengadakan Audiensi dengan Perhimpunan Dokter Umum Indonesia PDUI mengenai Masukan dan Pandangan terkait Revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Audiensi ini dibuka dan dipimpin oleh Supratman Andi Agtas dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya Gerindra dapil Sulawesi Tengah pada pukul WIB. ilustrasi Baca Selengkapnya28 Oct 2015 - Rancangan Undang Undang RUU Pendikan Kedokteran, Uji kompetensi, dan Seputar Pendidikan Kedokteran — Komisi 9 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum RDPU dengan PDUI dan PBIDIPada 28 Oktober 2015, Komisi 9 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum RDPU dengan PDUI dan PBIDI mengenai Rancangan Undang Undang RUU Pendikan Kedokteran, Uji kompetensi, dan Seputar Pendidikan Kedokteran. RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Erma Lena dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan PPP daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat pada pukul WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum. Baca Selengkapnya
Ilustrasi dokter menutupi wajah. Foto Shutter StockBadan Legislatif DPR RI melakukan rapat kerja dengan pemerintah terkait Rancangan Undang-undang RUU Pendidikan Kedokteran yang telah ditetapkan sebagai RUU Inisiatif DPR pada September 2021 lalu. Rapat ini dihadiri oleh Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, serta Menteri Kementerian Hukum dan HAM hingga Menteri Dalam Negeri yang diwakili Ketua Baleg Fraksi NasDem Willy Aditya berharap RUU Pendidikan Kedokteran dapat disambut baik oleh pemerintah. Ia menekankan, RUU Pendidikan Kedokteran diperlukan untuk menyelesaikan masalah pendidikan dokter yang terjadi seiring zaman."Penyusunan RUU Pendidikan Kedokteran terkait migrasi dunia ini lingkungan strategis pesat yang harus kita respons dalam pendidikan kedokteran. Dalam digital, dokter hanya jadi fasilitator. Selain itu, dokter kita masih sangat terbatas dan menumpuk di Jawa," kata Willy yang hadir langsung dalam rapat kerja di Gedung DPR Senayan, Senin 14/2."Ketiga, dokter butuh kapasitas tertentu dan spesifik untuk itu kita harus uji kompetensi, tapi bukan exit penting tapi di sisi lain mereka hadapi uji kompetensi di mana di masa koas mereka juga harus bimbingan. Sudah masuk susah, keluar susah," imbuh sejarah, Willy mengingatkan Indonesia lahir dari perjuangan para dokter. Sebab itu, ia menyesalkan dengan kebijakan pendidikan kedokteran saat ini, banyak dokter yang kesulitan membangun kehidupan sosial hingga politik di luar profesinya."Di sanalah krisis humanisme terjadi. Masuk mahal, feodalisme. Untuk itu dunia kedokteran perlu reformasi. Di luar negeri orang lomba-lomba buka RS pendidikan, di kita limited bahkan swasta sulit jadi RS pendidikan. Kami tidak ingin jadi negara yang terjebak komersialisasi," papar Ketua Baleg DPR Fraksi Partai Nasdem Willy Aditya. Foto Dok. IstimewaKendati demikian, Dirjen Riset Dikti Kemendikbud Nizam menilai pembahasan RUU Pendidikan Kedokteran belum perlu dilanjutkan. Ia menyampaikan, Kemendikbud melihat bahwa UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran dengan sejumlah peraturan turunannya sudah nyata dari pengaturan UU Tahun 2013 adalah jumlah lulusan dokter tahun telah meningkat 100% dari sekitar per tahun menjadi per tahun, prodi Kedokteran yang terakreditasi A naik 90%, sementara yang akreditasi C turun dari 50% menjadi 20%. Selain itu, Kemendikbud menilai untuk menjawab permasalahan kedokteran terkini, lebih cocok apabila dilakukan penyesuaian Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik menjawab kekhawatiran DPR, pemerintah dapat menerbitkan perubahan aturan teknis, untuk mempercepat atau mengatasi bottleneck dalam implementasi kebijakan transformasi layanan penyelesaian masalah jangka menengah, Kemendikbud menyarankan pengintegrasian UU tentang Pendidikan Kedokteran dan UU tentang Praktik Kedokteran UU Kedokteran. Integrasi ini dilakukan agar kebijakan peningkatan kualitas pendidikan kedokteran dapat selalu harmonis dengan kebijakan pelayanan kesehatan. Ia juga mengingatkan, saat ini pemerintah sedang menyiapkan RUU Sistem Pendidikan Nasional, sehingga penyelarasan perundangan bidang pendidikan sebaiknya menunggu terbitnya UU Sistem Pendidikan Nasional yang Dikti Kemendikbud Prof. Nizam. Foto UGM"Pemerintah berpendapat bahwa RUU tentang Pendidikan Kedokteran yang diusulkan oleh DPR belum perlu untuk dibahas lebih lanjut. Apabila akan dilakukan pengaturan baru, disarankan untuk menyatukan UU Praktik Kedokteran dan UU Pendidikan Dokter ke dalam satu undang-undang tentang kedokteran," kata Nizam yang turut hadir dalam Kemendikbud, Ketua Baleg DPR dari Fraksi Gerindra Supratman Andi Agtas, menilai pembahasan RUU Pendidikan Kedokteran tetap perlu dilanjutkan. Ia memberikan waktu kepada pemerintah untuk berdiskusi kembali, menyerahkan Daftar Inventaris Masalah DIM atau menyatakan sikap lain dalam rapat kerja di Masa Sidang IV pada Maret mendatang, setelah reses."Baleg inisiasi RUU Pendidikan Kedokteran lewat kajian mendalam bahwa ada masalah-masalah yang perlu diselesaikan. RUU Pendidikan Kedokteran sudah bagus, tapi ada kelemahan tertentu yang harus segera kita selesaikan," kata Supratman selaku ketua rapat kerja."Kami tawarkan apa pembahasan ini kita lakukan di masa persidangan IV, 15 Maret? Jadi nanti akan kami sepakati di sana sambil kita beri pemerintah diskusi dalam penyusunan DIM atau sikap lain. Bisa kita sepakati ya?" tandasnya, dijawab persetujuan anggota Baleg dan pemerintah.
ruu pendidikan kedokteran akan beri perhatian pada standarisasi kompetensi